Ziarah Antar Muslimah
ZIARAH ANTAR MUSLIMAH[1]
Sebelum memasuki pembahasan tentang ziarah, ada baiknya jika kita ulas terlebih dahulu tentang uzlah (mengasingkan diri dari pergaulan dengan manusia), serta kebalikannya yakni mukhalathah (bersosialisasi dengan orang lain). Karena ziarah berkaitan dengan kedua hal tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menuturkan, ”Sesungguhnya, memilih untuk bergaul dengan manusia secara mutlak merupakan sikap yang salah. Begitu juga menutup diri dari manusia (tidak mau bergaul) secara mutlak, juga merupakan kekeliruan.” [2]
Antara uzlah dan mukhalathah memang tidak bisa dikatakan secara mutlak, mana diantara keduanya yang lebih utama untuk dilakukan. Karena salah satu dari keduanya bisa jadi lebih utama, tergantung tuntutan kondisi, situasi serta keadaan yang dihadapi seseorang.
Uzlah, Antara Manfaat dan Sisi Negatifnya
Diantara manfaat uzlah antara lain ialah:
1. Tersedianya waktu luang untuk lebih berkonsentrasi dalam beribadah, bertaffakur dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyibukkan diri dengan berupaya menyingkap rahasia-rahasia Allah dalam berbagai perkara dunia dan akhirat, serta memikirkan hikmah penciptaan makhluk, termasuk kerajaan langit dan bumi yang begitu luas. Seluruh hal tersebut menuntut adanya waktu luang. Sedangkan waktu luang tidak bisa didapat ketika kita banyak menghabiskan waktu dalam bergaul dengan orang lain; dan uzlah merupakan salah satu sarana yang bisa mengantarkan kita kepada tujuan tersebut.
Dzun Nun Al Mishri berkata, ”Kebahagian seorang mukmin dan kelezatanya, yaitu ketika dia bermunajat kepada Rabb-nya.” Sedangkan Fudhail bin Iyadh berkata,”Jika aku melihat malam telah datang, aku bergembira karenanya, dan ku katakan, ‘aku akan berkhalwat bersama Rabb-ku’.”
2. Melepaskan diri dari jeratan maksiat, yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalam maksiat tersebut karena sebab bergaul. Seperti: ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), riya’ (beramal agar dilihat orang), enggan beramar ma’ruf nahi mungkar, serta perangai-perangai buruk lainnya yang menyebabkan kita hanya berambisi kepada dunia.
3. Membebaskan serta memelihara diri dan jiwa dari tenggelam ke dalam bermacam fitnah dan permusuhan.
Abdullah bin Amr bin Al Ash berkata, Rasulullah menjelaskan tentang berbagai fitnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
إِّذَا رَأَيْتَ النَّاسَ مُرِجَتْ عُهُودُهُمْ وَ خُفَّتْ أَمَانَاتُهُمْ وَ كَانُوْا هَكَذَا وَ شَبَكَ بَيْن أَصَابِعِهِ ، قُلُتُ:”فَمَا تَأْمُرْ لِيْ؟ فَقَال َ((الْزَمْ بَيْتَكَ وَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَ خُذْ مَا تَعْرِفُ وَ دَعْ مَا تُنْكرُ وَ عَلَيْكَ بِأَمْرِ الْخَاصَّةِ وَ دَعْ عَنْكَ أَمْرَ الْعَامَّةِ))
Jika engkau lihat manusia, ketika itu perjanjian-perjanjian mereka dilanggar dan amanah mereka diremehkan, serta keadaan mereka seperti ini (beliau mengaitkan jari jemarinya).” Aku bertanya,”Apa yang engkau perintahkan kepadaku?” Maka beliau bersabda,”Tetaplah di rumahmu, tahanlah lidahmu, ambillah apa-apa yang engkau ketahui dan tinggalkanlah hal yang engkau ingkari, kerjakanlah perkara yang khusus bagimu, serta tinggalkanlah urusan orang banyak. [3]
4. Menyelamatkan diri dari kejeleken manusia. Tidak diragukan lagi, orang yang bergaul dengan menusia dan bergabung dengan mereka, tidak akan luput dari orang-orang yang dengki dan berburuk sangka kepadanya. Sebagaimana dikatakan ”Bergaul dengan orang-orang yang jelek akan membuahkan buruk sangka kepada orang-orang baik”. Umar bin Al Khattab berkata,”Pada uzlah ada peristirahatan dari teman-teman yang jelek.”
5. Melenyapkan ketamakan manusia terhadap diri kita, karena ridha manusia merupakan satu hal yang sulit di raih. Artinya, apapun yang kita perbuat tidak akan pernah lepas dari komentar manusia. Disamping itu juga, uzlah memangkas ketamakan diri kita terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Rasulullah bersabda.
انْظُرُوُا إِلَى مَنْ هُوَ دُوْنَكُمْ وَ لاَ تنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أّجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُ نِغْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
Lihatlah orang yang berada di bawahmu, dan janganlah engkau melihat orang yang berada di atasmu, karena hal demikian itu lebih membuatmu bersyukur atas nikmat Allah atasmu. [HR Muslim dari Abu Hurairah].
Adapun sisi negatif dari uzlah, kita tidak mendapatkan beberapa manfaat pada hal-hal yang memang tidak mungkin kita dapatkan, kecuali dengan bermu’amalah dengan manusia lain; baik yang berkaitan dengan masalah duniawi maupun ukhrawi.
Sosialasi : Antara Sisi Positif dan Negatifnya
Tentang sisi positif ataupun manfaat bersiosialisasi dengan orang lain, antara lain dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Manfaat pada sisi ilmiah, baik dengan mendapatkan ilmu dari orang lain maupun dengan mengajarkannya kepada mereka. Hal ini merupakan salah satu hal yang mengharuskan kita keluar dan bergaul dengan manusia. Disamping itu, mengajarkan ilmu merupakan salah satu wasilah agar ilmu kita tetap tsabit. Ia juga merupakan ladang bagi kita untuk mendapatkan pahala karena mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
2. Manfaat pada sisi akhlak. Maksudnya, pergaulan merupakan ajang untuk menempa kesabaran diri menghadapi gangguan manusia, menyikapi gangguan mereka dengan sikap baik, serta berlatih untuk bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada mereka. Sebagaimana telah disabdakan oleh qudwah kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
المُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَ يَصْبِرُ عَلَى آذَاهُمْ أَفْضَلُ مِنَ الَّذِي لاّ يُخَالِطُ النّاَسَ وَ لاَ يَصْبِرُ عَلَى آذَاهُمْ
Mu’min yang bergaul dengan manusia serta bersabar menghadapi gangguan mereka, lebih utama daripada mu’min yang tidak bergaul dengan manusia, serta tidak bersabar atas ganggaun mereka. [4]
3. Manfaat pada sisi pahala. Bahwa kita mendapatkankan pahala dengan memanfaatkan moment dan kesempatan tertentu, seperti dengan mengunjungi orang sakit, menghadiri undangan walimah, berta’ziah ketika saudara kita tertimba musibah, menghadiri pemakaman jenazah dan lain sebagainya. Kesemuanya itu tidak mungkin kita lakukan, jika kita tidak mengetahui keadaan saudara yang lain. Sehingga dengan mengetahui kondisi mereka, kita bisa memberikan bantuan yang tepat, baik moril maupun materiil. Bukanlah satu hal yang bijaksana jika kita selalu menutup mata dari kesulitan orang lain, padahal kita mampu menolongnya. Betapa banyak orang-orang miskin yang kelaparan setiap harinya, sementara kita mungkin di rumah selalu kekenyangan, bahkan mentabdzir makanan. Betapa banyak orang yang kesusahan yang mengharap bantuan, dan tidak sedikit orang yang kerabatnya meninggal, namun tidak ada seorangpun yang melayat serta membantunya, karena keadaan mereka yang miskin. Sementara kita lihat di sana, di rumah megah seorang pejabat, di gedung gemerlap milik si kaya, orang-orang berbondong-bondong mengunjungi mereka, padahal si miskin lebih membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Ingatlah wahai saudariku, suatu saat mungkin kita membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, janganlah kita enggan menolong kesusahan sesama.
Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَ مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ في الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ في الدُنْيَا وَ الآخِرَةِ وَ اللهُ في عَوْنِ العَبُدِ مَ كَانَ العَبْدُ في عَوْنِ أَخِيْهِ
Barangsiapa melepaskan kesulitan seorang mu’min di dunia, niscaya Allah lepaskan kesulitannya di akhirat. Barangsiapa yang membantu orang miskin di dunia, niscaya Allah membantunya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah tutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya selama si hamba mau menolong saudaranya. [HR Muslim].
4. Manfaat pada sisi ekonomi, baik dengan berjual-beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam dan lain sebagainya, serta manfaat-manfaat lain yang bersifat materi dan non materi.
Adab Ziarah Antar Sesama Muslimah
Setelah kita memahami uzlah serta muamalah dengan manusia lain, manfaat serta mudharat keduanya, maka hendaklah kita bisa menimbang, mana diantaranya yang lebih baik untuk dikerjakan. Karena situasi dan kondisi yang kita hadapi, tidak selalu sama. Terkadang, ada saat yang memang mengharuskan kita untuk uzlah dan mengasingkan diri dari orang-orang. Namun, pada saat yang lain, kita harus keluar dan bergaul dengan manusia karena beberapa alasan tertentu. Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan. Masalah ziarah antar muslimah, merupakan masalah yang tidak lepas dari kedua hal di atas. Ada beberapa yang harus difahami oleh kaum muslimah berkaitan dengan ziarah sesama mereka, sebagaimana dijelaskan dalam point-point berikut.
1. Hendaklah selektif memilih orang yang hendak dikunjungi. Selektif disini, bukan dalam arti kaya atau miskin. Akan tetapi, semestinya orang yang hendak mereka kunjungi adalah seseorang yang shalih, serta tidak suka berbuat maksiat, sehingga mereka bisa mengambil istifadhah dengan mengunjungi mereka.
2. Janganlah mereka menjadikan ziarah sebagai ajang untuk sering keluar rumah, sehingga melalaikan dari kewajiban utamanya di rumah dan ajang pamer kekayaan dan perhiasan.
3. Menjaga adab-adab keluar rumah, seperti: berhijab sempurna, tidak memakai mewangian, tidak berjalan berlenggak-lenggok sehingga mengundang fitnah, serta tidak mengumbar suara di jalan.
4. Hendaklah mereka melandasi ziarah dengan niat untuk memperoleh pahala di sisi Allah, dengan memberi nasihat kepada kebaikan serta beramar ma’ruf nahi mungkar, -menyelipkan- di sela-sela ziarah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
لاَ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan orang yang memerintahkan untuk bersedekah atau berbuat kebajikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. [An Nisa/4:114].
5. Hendaknya menjadikan ziarah sebagai sarana untuk menyambung tali silaturahmi dengan kerabat, ataupun dengan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan menziarahi mereka. Karena pada kedua hal tersebut, ada ganjaran yang begitu besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. [An Nisa/4:1].
Juga firmanNya yang lain.
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَآأَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabb mereka dan takut kepada hisab yang buruk. [Ar Ra’d/13:21].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَ مَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menyambung tali silaturahmi, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam. [Mutafaqun alaihi].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan kita untuk memelihara dan menyambung tali silaturahmi, bahkan kepada orang yang memutuskannya dari kita. Dari Abdullah bin Amr dari Nabi, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ الوَاصِلُ بِالمُكَافىءِ وَلَكِنْ الَوَاصِلُ الَّذِي إِذَا انقَطَعَتْ رَحِمَهُ وَصَلَهَا
Bukanlah orang yang menyambung (tali silarurahmi) adalah orang yang seimbang (membalas usaha menyambung tali silaturahmi dengan perbuatan yang sepadan), akan tetapi orang yang menyambung talu silaturahmi adalah orang yang ketika tali silaturahimnya diputus, ia justru menyambungnya.
Adapun tentang birrul walidain, Allah telah menyebutkannya dalam banyak ayat. Diantaranya ialah firmanNya yang berbunyi [5]
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا {23} وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Tuhanmu telah memerintakan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang mereka atau kedua-duanya sampai berumur lanjur dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengucapkan kepada keduanya perkataan ”ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ”Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil”. [Al Isra/17:23-24].
Demikian juga dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menjelaskan dengan begitu gamblang tentang wajibnya birrul walidain, dan besarnya hak kedua orang tua, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abdullah bin Mas’ud. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan yang dicintai Allah, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, salah satunya ialah birrul walidain. [Muttafaqqun alaihi].
6. Hendaklah memperhatikan etika meminta izin, ketika telah sampai di rumah yang dituju. Etika tersebut antara lain ialah:
- Mengetuk pintu sebanyak tiga kali dengan memberi tenggang waktu antara ketukan pertama dengan ketukan selanjutnya.
- Tidak memaksa untuk masuk, jika memang tidak diizinkan oleh tuan rumah.
- Tidak berdiri tepat di depan pintu rumah, tetapi berdirilah di samping kiri atau kanannya, agar aurat penghuni rumah tidak terlihat ketika pintu terbuka.
- Menyebutkan nama dengan jelas ketika penghuni rumah bertanya siapa kita.
7. Hendaklah menjaga adab-adab majelis, ketika sedang berkumpul sesama mereka, menjauhi ghibah, namimah, serta mengumbar perkataan yang tidak bermanfaat. Karena kebanyakan wanita, tidak bisa menahan lidahnya dari perkataan-perkataan yang mungkin tidak disadarinya mengundang murka Allah dan menyebabkan terjadinya perselisihan dan salah faham. Mereka harus memanfaatkan ziarah sebagai ajang ishlah (mendamaikan perselisihan), jika ada diantara mereka yang berseteru dan berselisih. Sehingga hubungan baik tetap terjaga, dan kecintaan satu sama lain tetap terpelihara. Allah berfirman.
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. [Qaf:18]
Dalam salah satu haditsnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Pintu-pintu langit dibuka pada setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah mengampuni dosa-dosa orang yang tidak menyekutukannya, kecuali orang yang antara dia dan saudaranya terdapat perselisihan, hingga dikatakan,’Lihatlah kadaan kedua orang ini’ sebanyak tiga kali, hingga keduanyapun akhirnya berdamai.” [HR Muslim 1/117].
Demikianlah sekelumit pembahasan tentang ziarah antar muslimah; hal yang mungkin telah akrab dalam keseharian kita. Kesimpulan yang bisa kita tarik, bahwa ziarah bisa menjadi hal yang diridhai Allah ataupun sebaliknya, tergantung niat yang mengiringinya serta bagaimana kita menunaikannya. Wallahu a’lamu bish shawab.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Disadur dari kitab Al Kalimat An Nafi’at Lil Akhawatil Mu’minat, karya ‘AshAm bin Muhammad Asy Syarif, halaman 73-90, Cetakan ketiga, Mu’assasah Mu’taman Lin Nasyri Wat Tauzi’, Riyadh.
[2]. Fatawa Ibni Taimiyyah, 1/426.
[3]. Al Iraqi mengatakan, isnad hadits tersebut hasan.
[4]. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6651 dan dalam Al Silsilah Ash Shahihah no. 939
[5]. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi, 2/178, 1558.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2992-ziarah-antar-muslimah.html